Gerakan menentang kekerasan — terutama terhadap yang dilakukan oleh
Front Pembela Islam — terus meningkat, dan mulai menyebar ke beberapa
kota seperti Palangkaraya, Jakarta, dan Surabaya.
Pihak inisiator
gerakan di Jakarta menjelaskan, gerakan mereka bukanlah untuk menuntut
pembubaran FPI, melainkan menolak kekerasan yang dilakukan organisasi
itu.
Kalau memang demikian, sebenarnya yang menjadi sasaran
gerakan adalah negara, bukan FPI itu sendiri. Sebab, dalam konsep
negara-bangsa modern, hanya negara yang boleh melakukan kekerasan
berdasarkan aturan tertentu untuk tujuan tertentu yang dirumuskan
hati-hati.
Kalau ada pihak lain yang melakukan kekerasan, maka
negara harus menindaknya. Kalau kekerasan oleh pihak bukan-negara terus
menerus terjadi secara kronis, maka negara dapat dikatakan gagal
menjalankan fungsinya. Berarti negara yang harus diprotes.
Asumsi
saya adalah kita menolak kekerasan karena kita punya cita-cita
menegakkan negara-bangsa modern. Ini berarti termasuk keinginan untuk
mengembangkan solidaritas untuk kesejahteraan seluruh warga negara.
Maka
baik apabila kita melihat fakta sosial-ekonomi. Jumlah penduduk usia
muda kita terus meningkat (kabarnya akan memuncak pada tahun 2015). Pada
saat bersamaan, angka pengangguran dan putus-sekolah tidak menurun
banyak, kalau pun menurun.
Dalam keadaan demikian, mudah sekali
kaum muda kita untuk terjebak kepada premanisme, dengan membangun
ideologi apapun sebagai rumahnya.
Tentu saja kita harus
menyesalkan penggunaan kaum muda oleh elit selama ini untuk melakukan
kekerasan demi kepentingan tertentu. Tetapi hal itu hanya mungkin subur
akibat antara lain keadaan di atas.
Maka, sambil bekerja
membentuk negara dan aparat yang mengerti fungsi dan perannya dalam
kerangka cita-cita negara-bangsa modern, kita perlu memikirkan solusi
sosial-ekonomi yang tidak mudah tapi mendasar itu, yang memerlukan upaya
keras kita.
Soal konkret, misalnya, apa pengganti penghasilan
bagi anggota-anggota FPI itu, ketika mereka tidak lagi bisa melakukan
kekerasan untuk mendapatkan uang? Menjadi nelayan atau petani di Lampung
atau Sulawesi? Menjadi anggota satpam? Menjadi buruh di pabrik sepatu?
Atau masuk dalam sektor ekonomi kreatif?
Solusi atas masalah
premanisme sebenarnya sangat mendasar bagi urbanisasi (proses menjadi
kota) yang sehat. Kota adalah miniatur yang lebih padat dan pekat dari
suatu negara-bangsa. Justru banyak urusan kota tidak mampu diselesaikan
karena negara-bangsa yang tidak matang.
Misalnya, pemahaman
ruang publik dan ruang bersama yang rancu, pembiaran atau kemandulan
negara menengahi konflik, serta pemerasan ketimbang pelayanan umum, dan
lain-lain.
Kalau mau kota yang sehat, negara-bangsa harus tegak!
Bagaimana menurut Anda?
Home Cheat Games Premanisme di Ibukota
Rabu, 22 Februari 2012
Premanisme di Ibukota
Label:
Artikel Ku,
Berita Dariku,
Cheat Games
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
info yang sangat bermanfaat,
BalasHapusthank's infonya Gan,,